Wednesday, February 10, 2010

ritual mengajar

tanpa sengaja saya tadi melewati komplek sekolah dari tk sampai sma. apa yang saya lihat adalah menurut saya sangat luar biasa. ada belasan kelas yang saya lalui, tidak ada satu gurupun yang sedang berdiri di depan kelas menerangkan sesuatu kepada murid2nya. semuanya sedang duduk dimejanya dan sebagian besar menulis entah apa dimejanya.

saya jadi berpikir keras, sudah sedemikian majunyakah pendidikan dasar dan menengah dinegeri tercinta sehingga, sebut saja 'ritual' mengajar seperti guru menerangkan sesuatu di depan papan tulis adalah suatu hal yang sangat langka terjadi pada zaman sekarang? sang guru tinggal melakukan evaluasi berdasarkan tugas2 yang luar biasa menggunungnya dan angka2 itu bisa dipertanggungjawabkan terhadap konsumennya (orang tua) dan stake holder-nya (yayasan/negara).

padahal menurut saya, persoalan 'PENDIDIKAN' (bukan 'pengajaran') adalah persoalan bagaimana si guru sebagai panutan, mentransfer ilmu pengetahuan sekaligus moralitas yang baik kepada anak didiknya. memberikan semangat, memberikan wawasan masa depan dan sebagainya yang menurut saya akan sampai secara efektif kepada anak didik apabila disampaikan dengan metoda 'berdiri menerangkan di depan papan tulis'

pantas aja kalo para 'PENGAJAR' di tingkat pendidikan tinggi jadi terseok2 dengan masalah etika dan sopan santun dari mahasiswanya.


depok 09/02/2010

1 comment:

  1. komentar bagus dari mas hafiz:

    ..kebetulan nyangkut dengan riset Role Models aku nih Pak, mohon izin ngasi pendapat:
    1. Kondisi begitu terjadi karena beban akademis luar biasa berat yang harus ditanggung oleh sang anak.
    2. Untuk 'ngakali' hal No. 1, 'jalan pintas' terbaik adalah dgn ngasi pelajaran ekstra/les diluar jam sekolah ke anak.
    3. Sudah dapat ditebak, sang anak dan guru jadi menilai bahwa ke sekolah itu hanya jadi sebuah formalitas belaka. Sudah hadir, ya cukuplah.... See More
    4. Ttg guru jadi panutan/role models, ini semua tidak terlepas dr proses yang terjadi selama ini. Kita masih memilih TEACHING dari pada LEARNING.

    Akibat dari semuanya? PROSES dan MORALITAS untuk memperoleh dan mencapai sesuatu menjadi tidak penting. Yang paling penting hanyalah OUTPUT/HASIL yg ditunjukkan dari angka-angka didalam raport. Hal ini membuat guru juga terbiasa dengan orientasi OUTPUT rather than PROCESS-MORALITY. Ujung-ujungnya, guru juga nggak peduli lagi mereka akan jadi panutan/role models bagi siswanya apa tidak.
    Celakanya, orang tua juga banyak yang 'kebilinger' dengan menilai OUTPUT/NILAI dalam raport adalah DEWA tertinggi dalam sebuah pendidikan.
    PROSES dan MORALITAS? Ehm, dimana ya???

    ReplyDelete